Daripada lo Jaw* males, ga mau usaha....
*lalu berantem... bawa genk masing-masing... kerusuhan... blow up di sosmed.. WA group isinya repost repost beginian 😢
Duh suka miris nggak sih saat mengetahui kejadian seperti ini? Ada beneran yang kayak gitu di negara tercinta kita Indonesia ini?
Kadang nggak habis pikir deh, yang pada suka ribut itu udah mengerjakan apa saja sih untuk dirinya sendiri? Untuk diri sendiri loh, belum lagi untuk keluarga. Yang lebih besar lagi skalanya adalah untuk bangsa dan negara yang selama ini sudah menjadi tempat tinggal. Nggak harus hidup penuh tekanan seperti pendahulu bangsa yang bersakit-sakit menghadapi penjajah Belanda maupun Jepang kan?
Nah iya, jaman udah merdeka gini loh kok ya masih saja mengungkung diri dalam sempitnya pandangan yang terlalu meng'aku'kan dunia. Self confidence sih memang perlu ya gaes, tapi kalau selfish jelas BIG NO dooongg...
Yuk kita coba lihat sekeliling kita, apakah semua orang yang kita temui berasal dari agama ataupun etnis yang sama dengan kita. Ini Indonesia loh gals (karena men udah terlalu mainstream), alias Nusantara, jajaran ribuan pulau yang membentuk satu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penduduk Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke itu jelas memiliki keistimewaan masing-masing. Segala macam etnis berbaur menjadi satu saat sedang berinteraksi dalam level nasional.
Berkaitan dengan kemajuan teknologi, interaksi tanpa batas kini sudah ada dalam genggaman. Bermodalkan smartphone termurah sekalipun, sekarang hampir semua orang bisa mengakses berbagai web, kanal, sosial media maupun berbagai chatting platform.
(forward info 'asyik' di WA group)
Eh gaes, liat ni kyai brainwash santrinya supaya sapu bersih agama lain.
Ah masaaaa... ngaco lo.
Nih, loe baca sendiri aja klo ga percaya.
Haish... jangan sembarangan ya lo ngehina agama gw.
Endebreee.. endebreee... dan bincang-bincang hangat berdasarkan sepotong informasi di WA group (WAG) itu terus berlanjut. Makin panas dan kian meruncing manakala di WAG itu isinya orang-orang yang berasal dari berbagai jenis agama dan suku. Ada yang senang karena bisa menggosok info tidak jelas tadi, ada yang merasa tidak terima karena agamanya dilecehkan. Unsur utama tentang kebenaran dari sepenggal forward-an broadcast tadi menjadi tidak penting lagi untuk ditelusuri.
Masih ada yang kayak gitu? Jika ada, apakah lalu yakin Indonesia bisa bersatu?
Peran Netizen untuk Persatuan Indonesia
Makin mudahnya kita mengakses segala macam informasi yang tersedia di dunia maya bukan berarti kita bisa sembarang menyebarkannya secara auto mode ya. Klik dan share tanpa dipertimbangkan terlebih dahulu manfaat dari informasi tersebut, bahkan yang paling fatal saat kita tidak memperhatikan kebenaran dari isi berita tadi.
![]() |
Sekretaris Jendral MPR RI Bp. Ma'ruf Cahyono |
Berbagai kasus penyebaran hoax yang berpotensi ke arah perpecahan bangsa memang memprihatinkan. Berangkat dari kondisi ini MPR RI menginisiasi netizen gathering di berbagai kota di Indonesia. Pada tanggal 16 September 2017 yang lalu, bertempat di Hotel Grandhika Semarang, MPR RI mengajak netizen Semarang untuk ngobrolin bareng soal 4 Pilar MPR RI dan peran netizen dalam penyebaran informasi yang bermanfaat di dunia maya.
Apa saja sih 4 Pilar MPR RI itu?
Enggak perlu disebutin satu-satu kan ya sila-sila yang ada di dalam Pancasila? 😉
Bukan tanpa alasan loh kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa itu dijadikan sila yang pertama. Masing-masing dari kita yang mengaku beragama, diharapkan melakukan tindakannya berdasarkan ajaran kebaikan dari masing-masing agama yang dianutnya. Bukan untuk saling tanding antar agama. Nggak bakal selesai lah bila saling mengunggulkan agama masing-masing. Seperti yang kita tau selama ini, manakala seseorang telah meyakini ajaran tertentu, pasti menurutnya itulah yang terbaik untuknya.
Lalu apakah salah bila kita menganggap agama dan keyakinan kita itu yang terbaik? Tentu tidak, dong. Mengamalkan segala kebaikan yang diajarkan oleh agama yang menurut kita terbaik itu justru menunjukkan pemahaman yang lebih hakiki. Nggak ada kan agama yang mengajarkan kita untuk berbuat kejahatan?
Trus jadi pertanyaan besar manakala di sosial media seru sekali baku hantam dengan bawa-bawa sensitivitas agama? Karepe opo?
Pada netizen gathering tersebut hadir juga Ibu Siti Fauziah SE, MM selaku Kepala Biro Humas Sekjen MPR RI dan Bp. Bambang Sadono - Ketua Badan Pengkajian MPR RI. Secara khusus kepada netizen Bp. Bambang Sadono mengingatkan tentang posisi sosmed dan peran sosmed dalam memperkuat posisi bangsa. Sadar kan jika sosmed itu selain memiliki pengaruh luar biasa juga memiliki daya rusak yang hebat?
Salah satu contoh daya rusak tadi ya seperti contoh di atas. Sepotong hoax yang tersaji di sosmed, dalam kecepatan yang melebihi kecepatan maksimum pesawat tempur melintasi perbatasan, dalam sekian menit sudah sampai kemana-mana. Dari sumbernya yang mungkin saja berada di pelosok desa, berita hoax itu tersebar ke seluruh penjuru negeri, bahkan bisa jadi telah mencapai belahan bumi yang lain.
Yang jauh lebih menyedihkan dari itu, penerima hoax yang tanpa babibu sudah sedemikian bangga membagikannya kemana-mana. Hal seperti ini lah yang terus menerus harus diedukasikan kepada masyarakat. Dari substansi informasi yang diberikan saja jelas kelihatan loh kalau hoax ini, belum lagi etika cara penyampaiannya. Aroma hasutan dan kebencian bakalan terasa sekali dalam sepotong berita hoax. Kita harus makin waspada pada hal-hal semacam ini.
Yakin Indonesia bisa bersatu meski perpecahan timbul di sana sini?
Sejak jaman Indonesia belum berdiri, wilayah kita ini sudah dikaruniai keistimewaan sebagai negeri dengan ribuan pulau. Beraneka ragam suku dan budaya membangun kita menjadi satu kesatuan. Para pendiri negeri pun dengan percaya diri mencetuskan Bhinneka Tunggal Ika. Meski berbeda-beda, kita ini tetap satu.
Lalu relakah kita, yang menjadi inspirasi bangsa-bangsa lain soal toleransi, jika harus terpecah-belah hanya untuk kepentingan segelintir orang? Segolongan orang yang menangguk keuntungan dari kehebohan di dunia maya. Hih, kita hajar bareng yuuukk yang model-model begini. Hajarnya dengan cara yang beradab dooong tentunya. Kita lawan semua konten negatif ini dengan menyemarakkan dunia maya dengan konten-konten positif. Bersuka ria di sosmed toh bisa sembari nge-share informasi yang penting dan bermanfaat kan?
Aku Jawa, kamu Sunda, kamu etnis Tionghoa, kalian beragama Budha, kalian pemeluk Nasrani, Indonesiakah kita? Jelas dong. Kita semua orang Indonesia yang cinta pada NKRI dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika tadi.
Apa saja sih 4 Pilar MPR RI itu?
- Pancasila
- Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
- Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Bhinneka Tunggal Ika
Enggak perlu disebutin satu-satu kan ya sila-sila yang ada di dalam Pancasila? 😉
Bukan tanpa alasan loh kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa itu dijadikan sila yang pertama. Masing-masing dari kita yang mengaku beragama, diharapkan melakukan tindakannya berdasarkan ajaran kebaikan dari masing-masing agama yang dianutnya. Bukan untuk saling tanding antar agama. Nggak bakal selesai lah bila saling mengunggulkan agama masing-masing. Seperti yang kita tau selama ini, manakala seseorang telah meyakini ajaran tertentu, pasti menurutnya itulah yang terbaik untuknya.
Lalu apakah salah bila kita menganggap agama dan keyakinan kita itu yang terbaik? Tentu tidak, dong. Mengamalkan segala kebaikan yang diajarkan oleh agama yang menurut kita terbaik itu justru menunjukkan pemahaman yang lebih hakiki. Nggak ada kan agama yang mengajarkan kita untuk berbuat kejahatan?
Trus jadi pertanyaan besar manakala di sosial media seru sekali baku hantam dengan bawa-bawa sensitivitas agama? Karepe opo?
Pada netizen gathering tersebut hadir juga Ibu Siti Fauziah SE, MM selaku Kepala Biro Humas Sekjen MPR RI dan Bp. Bambang Sadono - Ketua Badan Pengkajian MPR RI. Secara khusus kepada netizen Bp. Bambang Sadono mengingatkan tentang posisi sosmed dan peran sosmed dalam memperkuat posisi bangsa. Sadar kan jika sosmed itu selain memiliki pengaruh luar biasa juga memiliki daya rusak yang hebat?
Salah satu contoh daya rusak tadi ya seperti contoh di atas. Sepotong hoax yang tersaji di sosmed, dalam kecepatan yang melebihi kecepatan maksimum pesawat tempur melintasi perbatasan, dalam sekian menit sudah sampai kemana-mana. Dari sumbernya yang mungkin saja berada di pelosok desa, berita hoax itu tersebar ke seluruh penjuru negeri, bahkan bisa jadi telah mencapai belahan bumi yang lain.
Yang jauh lebih menyedihkan dari itu, penerima hoax yang tanpa babibu sudah sedemikian bangga membagikannya kemana-mana. Hal seperti ini lah yang terus menerus harus diedukasikan kepada masyarakat. Dari substansi informasi yang diberikan saja jelas kelihatan loh kalau hoax ini, belum lagi etika cara penyampaiannya. Aroma hasutan dan kebencian bakalan terasa sekali dalam sepotong berita hoax. Kita harus makin waspada pada hal-hal semacam ini.
Yakin Indonesia bisa bersatu meski perpecahan timbul di sana sini?
Sejak jaman Indonesia belum berdiri, wilayah kita ini sudah dikaruniai keistimewaan sebagai negeri dengan ribuan pulau. Beraneka ragam suku dan budaya membangun kita menjadi satu kesatuan. Para pendiri negeri pun dengan percaya diri mencetuskan Bhinneka Tunggal Ika. Meski berbeda-beda, kita ini tetap satu.
Lalu relakah kita, yang menjadi inspirasi bangsa-bangsa lain soal toleransi, jika harus terpecah-belah hanya untuk kepentingan segelintir orang? Segolongan orang yang menangguk keuntungan dari kehebohan di dunia maya. Hih, kita hajar bareng yuuukk yang model-model begini. Hajarnya dengan cara yang beradab dooong tentunya. Kita lawan semua konten negatif ini dengan menyemarakkan dunia maya dengan konten-konten positif. Bersuka ria di sosmed toh bisa sembari nge-share informasi yang penting dan bermanfaat kan?
Aku Jawa, kamu Sunda, kamu etnis Tionghoa, kalian beragama Budha, kalian pemeluk Nasrani, Indonesiakah kita? Jelas dong. Kita semua orang Indonesia yang cinta pada NKRI dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika tadi.